Beberap hari lalu
saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau bercerita
tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia
akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya “Ardi”, Ardi ini
termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan,
kalaupun dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang
selalu menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar
yang dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah
pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja,
sekedar menuruti perintah orang tua.
Apa yang terjadi
pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di masyarakat
kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa
dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan
sebaliknya tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis
gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya,
mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak
belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang
tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau
memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis
siswa.
Lalu sebenarnya
bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita
dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar?
Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan
disuruh-suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita
mencari penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna
mengatasinya.
ANAK
malas belajar sudah menjadi salah satu keluhan umum para orang tua. Kasus yang
banyak terjadi di masyarakat adalah anak lebih suka bermain dari pada belajar.
Demikian yang diungkapkan psikolog anak Hermin R.Seviana, Psi.
Wanita yang
akarab disapa Hermin ini menjelaskan, perbuatan malas dijabarkan sebagai
tindakan yang tidak mau berbuat sesuatu, segan, tak suka, tak bernafsu. Malas
belajar, katanya, memiliki pengertian yang artinya si anak tidak mau, enggan,
tak suka, tak bernafsu untuk melakukan aktivitas belajar.
“Jika
anak-anak tidak suka belajar dan lebih suka bermain, itu berarti belajar
dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik buat mereka, dan mungkin tanpa
disadari belajar dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada gunanya karena
hasilnya tidak secara langsung dapat dinikmati. Bertolak belakang dengan
kegiatan bermain yang keuntungannya dapat mereka rasakan secara langsung,”
terangnya.
Dikatakan,
anak yang malas belajar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intinsik
(dalam diri anak sendiri) dan faktor ekstrintik (dari lingkungan sekitar anak).
Faktor intinsik, papar Hermin, terjadi karena kurangnya waktu yang tersedia
untuk bermain, kelelahan dalam beraktivitas, misalnya, terlalu banyak bermain
atau membantu orang tua, sedang sakit dan masalah IQ/EQ anak. Sedangkan faktor
ekstrinsik, biasanya dikarenakan sikap orang tua yang tidak memperhatikan anak
dalam belajar atau sebaliknya, misalnya memaksakan anak untuk les ini itu dan
sebagainya.
“Faktor
ekstrinsik juga bisa terjadi kurangnya sarana penunjang belajar anak seperti,
meja belajar, buku penunjang , dan penerangan yang bagus dan sebagainya. Atau
bisa juga dikarenakan suasana rumah yang tidak nyaman, seperti misalnya rumah
penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara
yang pengap,” sebut Hermin.
Bagaimana
mengatasi anak yang malas belajar ini? Hermin mengatakan, langkah pertama yang
dilakukan adalah mencari sebab musababnya anak menjadi malas. Langkah
berikutnya adalah dengan menanamkan pengertian yang benar tentang seluk-beluk
belajar pada anak sejak dini.
“Terangkan
makna belajar dengan bahasa yang dimengerti anak. Menumbuhkan inisiatif belajar
mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar
pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang,” bebernya.
Ditambahkan,
langkah penting lainnya yang harus dilakukan orang tua adalah dengan memberikan
contoh “belajar” yang pada anak. Misalnya, ketika menyuruh dan mengawasi anak
belajar, orang tua juga perlu untuk terlihat belajar misalnya dengan membaca
buku-buku dan sebagainya.
Orang tua,
tutur Hermin, juga harus menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman pada
saat anak belajar. Setidaknya dengan memenuhi kebutuhan sarana belajar,
memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar.
“Sebagai selingan, orangtua
dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar
tidak tegang dan tetap menarik perhatian,” tandasnya.
Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud
dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas
belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua
faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2) Faktor
ekstrinsik (faktor dari luar anak).
1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan
karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum
tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada
sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat
berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai
contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu,
terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan
orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada
anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan
berpengaruh pada kondisi psikologis anak.
2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak
untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:
a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya
terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak
cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk
belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan
kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari
tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah
(ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya
lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak
mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya
anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar),
tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan
berlatih dalam suatu aturan.
b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan
dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi
objek keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan
guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau
karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu,
sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan
siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat
suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa
tertentu.
c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya
secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan
sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua
teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman
lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau
perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh
teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan
lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu.
Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan
perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka
dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.
d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar,
tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas
belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah
rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun
kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan
yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari
radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk
sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations.
Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar
yang baik.
e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar,
kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah
menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul
karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku
penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak
tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya,
merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan
kehilangan minat belajar yang optimal.
Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan
membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam
belajar antara lain:
1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang
tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat
berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk
mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai
seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak
harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.
2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi
anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat
mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam
belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam
belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk,
hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi
yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai
bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.
3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika
tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan
kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh
anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan
secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari
menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah,
menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari
ada atau tidaknya tugas sekolah.
4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan
kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan
pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer,
menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi
logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan
aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat
sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak
dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak
selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas
lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.
5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi
kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara
berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar
menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja
anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja
sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan
memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas
pelanggaran yang dilakukannya.
6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab
orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan
perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai
selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar
suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.
Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak
disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat
nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua
segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu,
menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta
tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat
jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah
seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas
belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.
Anak tidak mau belajar atau malas untuk membaca buku
pelajaran, sering jadi keluhan orang tua. Anak lebih suka melihat tayangan
televisi, seperti sinetron, film atau bermain dengan teman-teman sebayanya.
Jika
anak tidak mau belajar, mereka menganggap bahwa belajar adalah suatu kegiatan
yang kurang menyenangkan dibandingkan dengan bermain atau nonton. Untuk
mengatasi anak yang malas belajar adalah dengan membuat anak menganggap belajar
adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan atau membuat mereka sadar bahwa
belajar adalah suatu kebutuhan.
Selengkapnya,
berikut ini adalah tips untuk mengatasi anak malas belajar :
- Tanamkan
kesadaran kepada anak bahwa belajar adalah suatu kewajiban dan tanggung
jawab sebagai seorang pelajar yang hasilnya akan diraih dimasa mendatang.
- Berikan
contoh kepada sang anak. Orang tua dapat turut membaca buku-buku yang
bermanfaat saat anak sedang belajar.
- Orang
tua sebaiknya juga menanamkan budaya membaca di lingkungan keluarga.
- Ciptakan
suasana belajar yang menyenangkan. Buat ruang belajar yang menarik, rapi
dan tidak membuat anak malas di dalam ruang belajar.
- Berikan
motivasi kepada anak untuk belajar dengan cara yang baik, adakan
pendekatan sambil menyelami hati anak dengan menjadikan anak sebagai
sahabat. Jangan menyuruh anak belajar dengan memaksakan anak, apalagi
dengan cara yang kasar.
- Berikan
insentif kepada anak, baik berupa hadiah kesukaan mereka atau sekedar
pujian jika nilai anak bagus. Hal ini akan membantu memotivasi anak.
- Sebaiknya
orang tua lebih terbuka dengan anak dengan menanyakan permasalahan yang
dia hadapi, kenapa malas belajar, apa yang dapat membuat ia semangat untuk
belajar dan sebagainya. Bantu anak untuk mengatasi permasalahan tersebut.
- Pilih
waktu yang paling tepat untuk anak belajar. Hendaknya orang tua juga turut
membantu anak dengan tidak menonton televisi, atau tidak mendengarkan
musik keras-keras.
- Jadikan
waktu belajar ini menjadi kebiasaan rutin sehari-hari, dan sebaiknya orang
tua juga menemani dan membantu jika anak mengalami kesulitan saat belajar.
- Selain
waktu belajar yang rutin, sediakan juga waktu yang cukup untuk bermain,
menonton dan berinteraksi dengan teman-temannya.