Friday, April 12, 2013 By: Admin RT23

Bagaimana awal mulanya kami berhenti menonton TV.


By : al-Faqir Habibi Abfat
Untuk sharing saja ya Pak, mohon maaf bagi yang tidak berkenan…
 
Pada awal hingga 3 tahun pernikahan kami, kami memang tidak menonton TV (karena waktu itu kami tidak punya TV J), baru menginjak tahun ke 4 kami dipinjemin TV 14” oleh bibi dari istri, mungkin kasihan melihat kami tidak memiliki TV, kami baru membeli TV 21” setelah 10 tahun berumah tangga (TV yg dipinjemin bibi sampai sekarang  masih saya simpan dibungkus plastik di atas lemari, mau dikembalikan, beliau tidak mau dan meminta kami untuk tetap menyimpannya)

Disini saya tidak akan bercerita atau menulis mengenai mudharat-nya TV, hanya akan sharing atau berbagi pengalaman bagaimana awalnya kami sekeluarga berhenti menonton TV (al-hamdulillah sudah 4 tahun pada awal tahun 2013 ini).

Awalnya saya sering merasa menyesal dalam hati setelah berlama-lama di depan TV,
sepertinya apa yang saya dan keluarga lakukan merupakan hal yang sia-sia, dalam benakku berkata “Ach… menonton TV tidak ada manfaatnya, tiap hari begitu2 saja, bahkan tidak jarang hal-hal yg tidak pantas ditonton disaksikan, dilihat dan ditirukan oleh anak2, hingga suatu saat terlintas dihati untuk menyingkirkan TV dari rumah. Saya diberi amanah banyak anak oleh Allah tapi anak2 malah sehari-hari berada dalam bimbingan TV…. (maaf ya Pak, ini bahasa saya lho…), akhirnya kembali kuberfikir alangkah baiknya jika waktu luang diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, bercengkrama bersama anak-anak, belajar bersama, tadarrus bersama atau dibawa ke majlis pengajian untuk bersama-sama mendengarkan tausiyah…. de el el

Hati semakin mantap untuk  berhenti menonton dan menyingkirkan TV dari rumah setelah membaca sebuah artikel dari sebuah milis “Matikan Saja TV Anda Sekarang” --- artikel tersebut masih tersimpan dalam MS Word (saya lampirkan juga dalam email ini)

Untuk sharing saja ya Pak, kalau tutur bahasanya kurang pas mohon maklum…  saya tidak bisa merangkai kata seperti pujangga atau piawai merangkai kata seperti para penulis artikel di tabloid, majalah, surat kabar atau yang lainnya.

Untuk menghentikan “kecanduan” menonton TV memang tidak mudah, kami sekeluarga juga pada awalnya berat dan agak senewen, gelisah seperti ada sesuatu yang hilang (orang Cilegon bilang gerambingan), apalagi 4 tahun lalu saya sudah mempunyai 5 anak yang usianya masih kecil2 (waktu itu anak paling besar kls 5 SD, 3 SD, 2 SD, 3 thn dan 1.5 thn)  saya sendiri sebagai kepala keluarga sudah sedemikian rupa maniak sama yang namanya TV, jadi butuh perjuangan dan komitmen yang kuat dari diri saya dan istri. Meskipun maniak TV tapi pada jam2 tertentu saya sangat TEGAS untuk TIDAK menyalakan TV (antara jam 17:30 - 20:00), TV boleh on lagi setelah mengaji, belajar dan sholat Isa (di atas jam 20:00 maksimum sampe jam 21:45/ jam 22:00) dan ini memang disiplin dan sudah berjalan sejak awal, tidak ada satupun anak2 atau istri yg berani nyetel TV pada jam tsb. Sudah jelas kalau melanggar hukamannya sama sekali tidak boleh menonton TV, sesuatu yg sudah disepakati saya sangat tegas supaya anak2 belajar disiplin dan menghargai dan menjaga komitmennya.

Untuk menghentikan secara total menonton TV, selain tantangan dari diri sendiri, juga tantangan dari  anak-anak yang selalu protes kenapa TV dimatikan, pelan-pelan kami (saya & istri) rayu dan beri pengertian kepada anak2. Sehari dua hari kita sebagai orang tua mesti  tahan direngekin anak untuk menyalakan TV.

Untuk menghilangkan kejenuhan, bersama istri saya pergi ke toko buku membeli  4 buah buku gambar, krayon 2 box, pensil warna, buku belajar menulis/membaca, buku cerita anak2 dan beberapa mainan, meskipun buku2 tsb di rumah sudah ada tapi sepertinya masih kurang, karena untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan kejenuhan yang biasanya diisi dengan acara menonton TV digantikan dengan kegiatan belajar bersama, menggambar dan menulis, siang hari dipandu oleh istri (layaknya kegiatan belajar di TK atau PAUD) dengan murid2nya anak sendiri. Kami melihat anak2 sangat senang dengan kegiatan sperti ini… dan anak2 memanggilnya TK Umi, hanya yang sering diadukan anak-anak ketika saya pulang kerja, “Abie, Ustadzah Umi (panggilan anak2 kepada Uminya saat belajar) kalau ngasih nilai pelit, ga pernah ngasih seratus….”  Sambil tersenyum saya bilang…..” ya udah nanti Abie kasih nilai seratus… J

Saya khusus bagian mengajar Iqro/ ngaji al-Quran malam hari, al-hamdulillah meskipun ke lima anakku tidak masuk TK atau PAUD saat mau masuk SD mereka sudah bisa menulis, membaca huruf latin/Arab, mereka sudah puasa Romadhon full day sealama 30 hari pada saat usianya kurang dari 5 tahun…. Kecuali anak yang nomor 5, dalam usia 5 tahun sudah 3x hatam puasa Romadhon (1x hanya 27hari, 2x full sebulan), bahkan ia sering ikut puasa sunnah, puasa Rajab dapat 6 hari, kadang ikut puasa qodo juga sama Uminya. Anak yg ke-5 ini memang lain dari kakak2nya, anaknya lebih ceria dan cerdas, mulai belajar puasa pada saat usianya masih 3 tahun, pada awal latihan puasa romadhon hanya 3hari pertama saja yang puasanya setengah hari, hari berikutnya atau hari ke 4 s/d 30 hari puasanya penuh satu hari dan tidak rewel minta minum/makan sebagaimana kebanyakan puasanya anak2.

Kembali ke masalah berhenti menonton TV J

Seperti biasanya anak2 sepulang dari sekolah Madrasah (jam 16:45) bermain keluar rumah, tanpa kami sadari  ternyata seminggu terakhir sejak TV di rumah dimatikan mereka nonton TV di rumah tetangga, ketahuannya ketika suatu hari sampai menjelang adzan maghrib mereka belum pulang  (biasanya paling telat jam 17:45 sudah di rumah) … dicari2 ternyata lagi nonton TV di rumah tetangga.

Waktu itu saya tidak langsung memarahi anak2, hanya menyimpan rasa malu dan merasa tidak enak sama tetangga sebelah. TV di rumah dimatikan tapi anak2 malah nonton di rumah tetangga. Malam harinya seusai belajar ngaji iqro/quran anak-anak saya kumpulkan untuk diberi pengertian bahwa tidak baik sore2 menonton TV di rumah orang. Anak  yg paling gede protes kalau TV di rumah dinyalakan baru tidak nonton di rumah sebelah clotehnya…..  Kami tidak menjawab, hanya menyimpan haru yg mendalam.

Malam menjelang tidur saya merenung dan memikirkan ucapan anak saya tadi, bathin saya berperang antara menyalakan lagi atau tidak, akhirnya daripada anak2 nonton di rumah tetangga saya ungkapkan juga sama istri kalau saya berniat untuk menyalakan TV dengan pengontrolan yang lebih ketat lagi dari sebelumnya (dimana jam2 tertentu sama sekali tidak boleh menyalakan TV).

Syukur al-hamdulillah kejadian ini tidak berlangsung lama (kalau tidak salah hanya 3 minggu), gara2nya anak saya yg usianya 3 thn, ketika TV menyala seringkali mencet tombol power (sampai berkali-kali On/Off) sehingga sikring-nya putus, lalu saya membongkar TV untuk mengganti sikring yg putus, ketika PCB TV dikeluarkan dari box-nya anak yg kls 3 SD bercandaan dengan kakaknya dan jatuh persis di atas PCB TV … Gubraak! PCB TV patah/terbelah dua ….. pada waktu itu sama sekali saya tidak menunjukkan mimik muka tidak senang atau marah kepada anak2, justru sebaliknya….  saya melirik istri yang tidak jauh berada di samping tempat saya duduk, sambil tersenyum dan mengangkat tangan seraya mengusap wajah saya mengucapkan al-hamdulillah…. Anak2pun terdiam, yang tadinya ketakutan… akhirnya malah tertawa…..

Sambil memasukan PCB TV yg patah ke box-nya, saya bilang kepada anak2 mulai saat ini kita memang harus puasa nonton TV untuk selamanya…..

Al-hamdulillah sejak  itu hingga detik ini tidak pernah menyalakan TV dirumah (TV yang patah sudah diberikan ke kakakku, sampai sekarang  TV tsb masih ada di Bojonegara sudah dibenerin dan dipakai lagi disana), TV yg dipinjemin sama bibi juga masih ada dan dibungkus plastic diatas lemari/ mau dikembalikan kepada bibi, beliau tidak mau dan meminta untuk tetap menyimpannya… mungkin untuk dijadikan kenang2an atau jimat kali ya…. J

Karena di rumah tidak ada pembantu, setiap ke Majlis Ta’lim istriku selalu membawa kedua  anakku yang masih kecil/ terkadang yang sudah sekolah juga ikut …… Untuk menjaga supaya kedua anakku yg masih kecil tidak mengganggu dan ribut/bercandaan dalam majlis… istriku membawakannya buku, pensil/pulpen, buku gambar dan kerayon/pensil warna, termasuk juga makanan ringan untuk anak-anak…  ini bisa menjaga anak2 tidak berisik atau bercandaan di dalam majlis. Karena mereka asyik dengan “dunianya” menulis/menggambar…  dan  secara tidak langsung kedua telinganya mendengarkan tausiyah yang disampaikan oleh Ustadz.

Semua itu atas karunia Allah SWT, kami sangat bersyukur kepada Allah SWT atas nikamat yg besar ini, juga berterima kasih kepada  anak-anak saya yang taat dan patuh terhadap peraturan yang diterapkan di rumah.  Wabil khusus kepada istriku tercinta yang dengan ikhlas membimbing dan menjadi madrasah pertama bagi anak-anakku…..

Sekarang ini Al-hamdulillah kami baru dikaruniai 6 orang anak (5 putra 1 putri), 3 sudah di ponpes dan 3 masih di rumah, tahun ini Insya Allah nambah 1 lg yg di ponpes.  Jadi tinggal 2 anak yang di rumah…

Dengan tidak ada TV di rumah kami lebih banyak waktu bersama anak-anak, bercengkrama, belajar atau hanya sekedar ngobrol dan main-main bersama……  Bulan lalu al-hamdulillah saya dapat training ilmu baru sehingga tiap malam di rumah nambah rame dan semarak…J, yaitu pengajaran membaca Arab/al-Qur’an dengan metode Tilawaty (meskipun hanya diikuti oleh 3 anakku plus 1 istri tetap seru, idealnya 12-15 anak), metode ini lebih asyik dan menyenangkan bagi anak2…

Hampura ya Pak Ihsan, ceritanya kepanjangan… J, yang baik dan benar datangnya dari Allah, yang tidak baik dan salah datangnya dari diri saya yang dhoif dan faqir, itulah sekelumit cerita kami berhenti menonton dan menyingkirkan TV dari rumah…. Hanya ini yang bisa saya sharing ke Pak Ihsan khususnya dan rekan2 AC pada umumnya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
 “Wahai Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa". ( Ali Imran:38)

Cilegon, Jum’at 12 April 2013
Wassalam, al-Faqir Habibi Abfat

2 comments:

Unknown said...

Subhanallah, sebuah cerita yang sangat bermanfaat khususnya bagi keluarga kami, setidaknya kami yang selalu menjadikan TV sebagai teman sedikit demi sedikit mulai dikurangi. terima kasih banyak atas artikel yang sangat bagus ini, semoga juga bermanfaat bagi semuanya. bisakah minta alamat email penulis ? (salam iim ali imron)

Admin RT23 said...

Pak Ali Imron, berikut contact email penulis : Habibi Abfat [habaf_2006@yahoo.co.id]