By : al-Faqir Habibi Abfat
Untuk sharing saja ya
Pak, mohon maaf bagi yang tidak berkenan…
Pada awal hingga 3 tahun
pernikahan kami, kami memang tidak menonton TV (karena waktu itu kami tidak
punya TV J), baru menginjak tahun
ke 4 kami dipinjemin TV 14” oleh bibi dari istri, mungkin kasihan melihat kami
tidak memiliki TV, kami baru membeli TV 21” setelah 10 tahun berumah tangga (TV
yg dipinjemin bibi sampai sekarang masih saya simpan dibungkus plastik di
atas lemari, mau dikembalikan, beliau tidak mau dan meminta kami untuk tetap
menyimpannya)
Disini saya tidak akan
bercerita atau menulis mengenai mudharat-nya TV, hanya akan sharing atau
berbagi pengalaman bagaimana awalnya kami sekeluarga berhenti menonton TV
(al-hamdulillah sudah 4 tahun pada awal tahun 2013 ini).
Awalnya saya sering
merasa menyesal dalam hati setelah berlama-lama di depan TV,
sepertinya apa
yang saya dan keluarga lakukan merupakan hal yang sia-sia, dalam benakku
berkata “Ach… menonton TV tidak ada manfaatnya, tiap hari begitu2 saja, bahkan
tidak jarang hal-hal yg tidak pantas ditonton disaksikan, dilihat dan ditirukan
oleh anak2, hingga suatu saat terlintas dihati untuk menyingkirkan TV dari
rumah. Saya diberi amanah banyak anak oleh Allah tapi anak2 malah sehari-hari
berada dalam bimbingan TV…. (maaf ya Pak, ini bahasa saya lho…), akhirnya
kembali kuberfikir alangkah baiknya jika waktu luang diisi dengan kegiatan yang
bermanfaat, bercengkrama bersama anak-anak, belajar bersama, tadarrus bersama
atau dibawa ke majlis pengajian untuk bersama-sama mendengarkan tausiyah…. de
el el
Hati semakin mantap
untuk berhenti menonton dan menyingkirkan TV dari rumah setelah membaca
sebuah artikel dari sebuah milis “Matikan Saja TV Anda Sekarang” --- artikel
tersebut masih tersimpan dalam MS Word (saya lampirkan juga dalam email ini)
Untuk sharing saja ya
Pak, kalau tutur bahasanya kurang pas mohon maklum… saya tidak bisa
merangkai kata seperti pujangga atau piawai merangkai kata seperti para penulis
artikel di tabloid, majalah, surat kabar atau yang lainnya.
Untuk menghentikan
“kecanduan” menonton TV memang tidak mudah, kami sekeluarga juga pada awalnya
berat dan agak senewen, gelisah seperti ada sesuatu yang hilang (orang Cilegon
bilang gerambingan), apalagi 4 tahun lalu saya sudah mempunyai 5 anak yang
usianya masih kecil2 (waktu itu anak paling besar kls 5 SD, 3 SD, 2 SD, 3 thn
dan 1.5 thn) saya sendiri sebagai kepala keluarga sudah sedemikian rupa maniak
sama yang namanya TV, jadi butuh perjuangan dan komitmen yang kuat dari diri
saya dan istri. Meskipun maniak TV tapi pada jam2 tertentu saya sangat TEGAS
untuk TIDAK menyalakan TV (antara jam 17:30 - 20:00), TV boleh on lagi setelah
mengaji, belajar dan sholat Isa (di atas jam 20:00 maksimum sampe jam 21:45/
jam 22:00) dan ini memang disiplin dan sudah berjalan sejak awal, tidak ada
satupun anak2 atau istri yg berani nyetel TV pada jam tsb. Sudah jelas kalau
melanggar hukamannya sama sekali tidak boleh menonton TV, sesuatu yg sudah
disepakati saya sangat tegas supaya anak2 belajar disiplin dan menghargai dan
menjaga komitmennya.
Untuk menghentikan
secara total menonton TV, selain tantangan dari diri sendiri, juga tantangan
dari anak-anak yang selalu protes kenapa TV dimatikan, pelan-pelan kami
(saya & istri) rayu dan beri pengertian kepada anak2. Sehari dua hari kita
sebagai orang tua mesti tahan direngekin anak untuk menyalakan TV.
Untuk menghilangkan
kejenuhan, bersama istri saya pergi ke toko buku membeli 4 buah buku
gambar, krayon 2 box, pensil warna, buku belajar menulis/membaca, buku cerita
anak2 dan beberapa mainan, meskipun buku2 tsb di rumah sudah ada tapi
sepertinya masih kurang, karena untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan
kejenuhan yang biasanya diisi dengan acara menonton TV digantikan dengan
kegiatan belajar bersama, menggambar dan menulis, siang hari dipandu oleh istri
(layaknya kegiatan belajar di TK atau PAUD) dengan murid2nya anak sendiri. Kami
melihat anak2 sangat senang dengan kegiatan sperti ini… dan anak2 memanggilnya
TK Umi, hanya yang sering diadukan anak-anak ketika saya pulang kerja, “Abie,
Ustadzah Umi (panggilan anak2 kepada Uminya saat belajar) kalau ngasih nilai
pelit, ga pernah ngasih seratus….” Sambil tersenyum saya bilang…..” ya
udah nanti Abie kasih nilai seratus… J”
Saya khusus bagian
mengajar Iqro/ ngaji al-Quran malam hari, al-hamdulillah meskipun ke lima
anakku tidak masuk TK atau PAUD saat mau masuk SD mereka sudah bisa menulis,
membaca huruf latin/Arab, mereka sudah puasa Romadhon full day sealama 30 hari
pada saat usianya kurang dari 5 tahun…. Kecuali anak yang nomor 5, dalam usia 5
tahun sudah 3x hatam puasa Romadhon (1x hanya 27hari, 2x full sebulan), bahkan
ia sering ikut puasa sunnah, puasa Rajab dapat 6 hari, kadang ikut puasa qodo
juga sama Uminya. Anak yg ke-5 ini memang lain dari kakak2nya, anaknya lebih
ceria dan cerdas, mulai belajar puasa pada saat usianya masih 3 tahun, pada
awal latihan puasa romadhon hanya 3hari pertama saja yang puasanya setengah
hari, hari berikutnya atau hari ke 4 s/d 30 hari puasanya penuh satu hari dan
tidak rewel minta minum/makan sebagaimana kebanyakan puasanya anak2.
Kembali ke masalah
berhenti menonton TV J
Seperti biasanya anak2
sepulang dari sekolah Madrasah (jam 16:45) bermain keluar rumah, tanpa kami
sadari ternyata seminggu terakhir sejak TV di rumah dimatikan mereka
nonton TV di rumah tetangga, ketahuannya ketika suatu hari sampai menjelang
adzan maghrib mereka belum pulang (biasanya paling telat jam 17:45 sudah
di rumah) … dicari2 ternyata lagi nonton TV di rumah tetangga.
Waktu itu saya tidak
langsung memarahi anak2, hanya menyimpan rasa malu dan merasa tidak enak sama
tetangga sebelah. TV di rumah dimatikan tapi anak2 malah nonton di rumah
tetangga. Malam harinya seusai belajar ngaji iqro/quran anak-anak saya
kumpulkan untuk diberi pengertian bahwa tidak baik sore2 menonton TV di rumah
orang. Anak yg paling gede protes kalau TV di rumah dinyalakan baru tidak
nonton di rumah sebelah clotehnya….. Kami tidak menjawab, hanya menyimpan
haru yg mendalam.
Malam menjelang tidur
saya merenung dan memikirkan ucapan anak saya tadi, bathin saya berperang
antara menyalakan lagi atau tidak, akhirnya daripada anak2 nonton di rumah
tetangga saya ungkapkan juga sama istri kalau saya berniat untuk menyalakan TV
dengan pengontrolan yang lebih ketat lagi dari sebelumnya (dimana jam2 tertentu
sama sekali tidak boleh menyalakan TV).
Syukur al-hamdulillah
kejadian ini tidak berlangsung lama (kalau tidak salah hanya 3 minggu),
gara2nya anak saya yg usianya 3 thn, ketika TV menyala seringkali mencet tombol
power (sampai berkali-kali On/Off) sehingga sikring-nya putus, lalu saya
membongkar TV untuk mengganti sikring yg putus, ketika PCB TV dikeluarkan dari
box-nya anak yg kls 3 SD bercandaan dengan kakaknya dan jatuh persis di atas
PCB TV … Gubraak! PCB TV patah/terbelah dua ….. pada waktu itu sama sekali saya
tidak menunjukkan mimik muka tidak senang atau marah kepada anak2, justru
sebaliknya…. saya melirik istri yang tidak jauh berada di samping tempat
saya duduk, sambil tersenyum dan mengangkat tangan seraya mengusap wajah saya
mengucapkan al-hamdulillah…. Anak2pun terdiam, yang tadinya ketakutan… akhirnya
malah tertawa…..
Sambil memasukan PCB TV
yg patah ke box-nya, saya bilang kepada anak2 mulai saat ini kita memang harus
puasa nonton TV untuk selamanya…..
Al-hamdulillah
sejak itu hingga detik ini tidak pernah menyalakan TV dirumah (TV yang
patah sudah diberikan ke kakakku, sampai sekarang TV tsb masih ada di
Bojonegara sudah dibenerin dan dipakai lagi disana), TV yg dipinjemin sama bibi
juga masih ada dan dibungkus plastic diatas lemari/ mau dikembalikan kepada
bibi, beliau tidak mau dan meminta untuk tetap menyimpannya… mungkin untuk
dijadikan kenang2an atau jimat kali ya…. J
Karena di rumah tidak
ada pembantu, setiap ke Majlis Ta’lim istriku selalu membawa kedua anakku
yang masih kecil/ terkadang yang sudah sekolah juga ikut …… Untuk menjaga
supaya kedua anakku yg masih kecil tidak mengganggu dan ribut/bercandaan dalam
majlis… istriku membawakannya buku, pensil/pulpen, buku gambar dan
kerayon/pensil warna, termasuk juga makanan ringan untuk anak-anak… ini
bisa menjaga anak2 tidak berisik atau bercandaan di dalam majlis. Karena mereka
asyik dengan “dunianya” menulis/menggambar… dan secara tidak
langsung kedua telinganya mendengarkan tausiyah yang disampaikan oleh Ustadz.
Semua itu atas karunia
Allah SWT, kami sangat bersyukur kepada Allah SWT atas nikamat yg besar ini,
juga berterima kasih kepada anak-anak saya yang taat dan patuh terhadap
peraturan yang diterapkan di rumah. Wabil khusus kepada istriku tercinta
yang dengan ikhlas membimbing dan menjadi madrasah pertama bagi anak-anakku…..
Sekarang ini
Al-hamdulillah kami baru dikaruniai 6 orang anak (5 putra 1 putri), 3 sudah di
ponpes dan 3 masih di rumah, tahun ini Insya Allah nambah 1 lg yg di
ponpes. Jadi tinggal 2 anak yang di rumah…
Dengan tidak ada TV di
rumah kami lebih banyak waktu bersama anak-anak, bercengkrama, belajar atau
hanya sekedar ngobrol dan main-main bersama…… Bulan lalu al-hamdulillah
saya dapat training ilmu baru sehingga tiap malam di rumah nambah rame dan
semarak…J, yaitu pengajaran
membaca Arab/al-Qur’an dengan metode Tilawaty (meskipun hanya diikuti oleh 3
anakku plus 1 istri tetap seru, idealnya 12-15 anak), metode ini lebih asyik
dan menyenangkan bagi anak2…
Hampura ya Pak Ihsan,
ceritanya kepanjangan… J, yang baik dan benar datangnya dari Allah, yang tidak baik dan salah
datangnya dari diri saya yang dhoif dan faqir, itulah sekelumit cerita kami
berhenti menonton dan menyingkirkan TV dari rumah…. Hanya ini yang bisa saya
sharing ke Pak Ihsan khususnya dan rekan2 AC pada umumnya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا
مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا
“Wahai Rabb kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Al-Furqan: 74)
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ
لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Wahai Rabbku,
berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar doa". ( Ali Imran:38)
Cilegon, Jum’at 12 April
2013
Wassalam, al-Faqir Habibi Abfat
2 comments:
Subhanallah, sebuah cerita yang sangat bermanfaat khususnya bagi keluarga kami, setidaknya kami yang selalu menjadikan TV sebagai teman sedikit demi sedikit mulai dikurangi. terima kasih banyak atas artikel yang sangat bagus ini, semoga juga bermanfaat bagi semuanya. bisakah minta alamat email penulis ? (salam iim ali imron)
Pak Ali Imron, berikut contact email penulis : Habibi Abfat [habaf_2006@yahoo.co.id]
Post a Comment